Selasa, 23 Oktober 2012

Sampai kekalnya selesai

setelah pergi begitu jauh, aku bersama serangkaian serdadu berseragam lengkap dengan penghias keberanian mereka, melihat lagi dekat-dekat tanda tak jelas, meragukan semesta. lencana tak menebak, kita tetap bingung membawa getir peranan. membawa maksud yang bukan milik kita.

bukan.


bukan milik kita. 


terkadang tak mempertanyakan yang seharusnya ditanyakan. mengabaikan rambu yang seharusnya disanjung tinggi. 


karena kita dirasa hanya perlu mengetahui perihal yang menurut mereka perlu. dirasa tak perlu tahu apa-apa yang menjadikan menurutnya kudus.


serdadu, Rakitlah kepalamu bagai senapan berburu, dan jadikan hatimu rumah yang teduh dari segala rentetan peluru. aku menunggu.


tidak diam. 


tidak.


bukan diam.


kalaupun terbunuh, itu adalah raga yang hanya onggokan daging serta tulang. aku tetap sadar, dan lanjutkan kepergian, dan Perjalanan akan selalu menyinggungku, lalu persembahan nya menyanjungku.


dan membuktikan Isi kepalamu sudah habis dimakan koreng yang semakin hari semakin membuatmu buta bahwa mekanisme ini dapat dipaksa rasa. Seperti tinggal didalam opera. kita tidak bisa membuat orang hidup lagi karena menangis didepan mayatnya. 


sampai kapan drama membuatmu merasa terselamatkan? menyedihkan


sampai kapan kebenaran akan tetap dipegang pemilik-pemilik saham dan teman-teman? dan membiarkan suntikan stigma diarahkan, pasrah dieksploitasi menjadi komoditi. 


sampai ketiadaan? 

kubuat kau resah! kubuat kau resah! kubuat kau resah!
Ketiadaan tak akan rindu pada dirinya, karena ketiadaan tak akan merasa dirinya tiada. November, kubunuh kau dengan caci seluas harap

Langit bukan milik malam seutuhnya, separuhnya akan dihabiskan kita yang pulas dipangkuan paha berhala.