ini tentang juluran lidah api meresap menjadi isi esensi,
tetapi senyap dalam tampilan belaka diolah diri berulang.
berulang hingga tertumpuk menjulang
dipadatkan menjadi bongkahan
tak terukur pekat merekat, sedekat bibirku dengan bibirmu yang penuh kerak berkarat
akibat endapan ekstraksi kelakar
tak terhitung ratus lubang, berhimpun bertubi menghujani, membebani.
membuat celah pipih setipis epidermis sedalam palung lautan, mencipta ruang diantaranya
tentang dendam yang tanggung meranum, rekah! di november yang basah
karena itu! ya, hal itu! demi dendam, citra iblis mensiasati, aku yang tak juga berhati karena dicacah belati!!
dosa berhasil dipungkiri, di kremasi bibit-bibit api, lalu aku-pun terbakar juga akhiran nya.
jangan dilupa darimana aku dirangkai komposisi materi, kemudian terjaring dan teruraikan.
gemuruh juga kobaran hilang sama sekali
dan aku sekali lagi tersucikan api
bersisa laskar-laskarnya yang berstrategi dengan oktan tinggi dipelipis menggerogoti selapis demi selapis
merasuk masuk untuk selanjutnya cari pintas menuju pintu pelabuhan dengan gerbong bercabang dua
terkunci dalam kekosongan, seperti dalamnya keinginanku untuk hidup selamanya.