Selasa, 26 Agustus 2008

Kepalsuan mu itu Indah

Bila topeng-topeng palsu itu terjatuh..
Mereka meninggalkan jejak dalam benak..
Akan kerap kali mengingatkan aku akan indahnya ..
Akan tetap anggun pesona mu,dan berkata tentang sebenarnya..

Itulah adanya aku..
Tiada melambai jauh akan pesona mu
Seakan melihat indahnya dari jauh adalah anugerah

Melangkah jauh pun tetap aku terbalut aroma mu
Yang mencampuradukkan semua rasa yang terbersit
Sekelibat aku menyentuh titik dimana engkau kan gegap gempita
Layaknya binatang-binatang tua yang lama tak bersua
Kau tertawa..

Daun-daun itu membasuh kakiku dan tertiup jauh..
dimana aku memandang sang surya di senja kala
aku terduduk,aku tertusuk
duri-duri hitam yang keluar dari lidah mu

Sabtu, 16 Agustus 2008

dua persimpangan

Jutaan rasa berkecamuk disini..
Memberontak tak ingin diam..
Menghentak tak dapat tenang.

Seolah dua sisi yang berbeda memandikan ku dengan alunan surga..
Mencakar cakrawala dan membakar murka..
Harus bagaimana?
Saat ribuan kata dibalas jutaan diam
Masihkah bersemayam tinta-tinta tanda luka yang ia beri?
Ataukah dia yang bersemayam yang mengilangkan luka-luka yang kau dapat?

Telaga mu di bawah jembatan ku..
Membiaslah bayangan lembut dari sutra yang lama kelamaan pudar..
Yang lain menerangiku dari atas penuh gempita dan luapan emosi..

Maka berkeliaranlah rasaku dalam raga yang retak
Yang berkata “tinggalkan mereka atau tidak?”
Sekali lagi aku salah langkah, maka terbitlah resah dalam jiwaku yang bermasalah..
Lalu takkan ada lagi tempat tuk rebahkan lelah..

Mereka pun melompat-lompat,dan melunjak dalam benak
Mulai sekarang kututup pola pikirku supaya tiada suara indah yang mengajakku kedalam tempat mereka yang kusebut surga..

Rabu, 13 Agustus 2008

membusuk diikat rantai

Tatkala surya tlah habis tawanya,tlah habis masa senjanya..
Dia menutup indera nya dibawah renungan kelam..
Berharap nanti ia dapat bangkit menyelimuti kegelapan dengan cahaya

Lalu kemanakah engkau saat aku merenung menunggu kepakkan mu tuk mengkibasi ku lagi?..
setelah berkumandangnya sebuah perintah
Tolonglah perdengarkan lagi aku alunan musik dari Bremen
Suara dalam jiwa salah satu pembawanya..
Tiada habis termakan zaman
Menggelantung bagaikan nafas-nafas di pojok-pojok langit
Memenuhi semua hasrat yang ada tuk bangun dan bergema

Sebagai gantinya kau tahu bahwa dunia kan tersenyum mesra
Begitu besar harapanku mengenai engkau
Namun masih ada sisa jiwanya yang masih menggenangi langkah mu
Sehingga kau terikat dalam benang yang kuat
Erat hingga kau tergopoh-gopoh tuk melangkah di dalam kepekatan

Tak terbantahkan kau memang sulit tuk memuntahkan
Semoga aku bertemu lagi dalam hujan yang deras
Deras sederas-derasnya biar tak ada bekas dalam sengit dan getirnya panas