Peninggalan anak sang desir itu bergemercik
membawa tarian yang merintih tercekik oleh penat nya tokoh-tokoh imajiner
dari serpihan-serpihan dongeng yang teramat lampau
teriak nya melolong jauh ke belahan dunia yang lain,
membakar ingatan tentang keindahan masa keemasan
teriakan nya dalam tapi tak mendasar
lolongan nya jauh tapi tak memuncak
hanya meraba degup emosi ritmis di senja hari
murkanya selalu meledak tapi tak berkobar
jiwanya terkadang dingin tapi tak membeku
hanya mencacah kebingungan di dalam lembaran penuh makna
ratusan penyeru itu mengilustrasikan kemenangan sesaat setelah lentera
mengubur sang surya dan beberapa disiplin berikutnya tak dapat buatnya tenang
karena yang dia cari adalah kelembutan dari setiap desahan non statis
yang menyerukan kenikmatan,
yang kehalusan nya mengharuskan nya untuk tidak berhenti
sampai ketiadataraan dan memecah desah menjadi gemuruh riuh dan terkuncilah rasa ingin mengulangi.
saat sang surya membalas dendam pada lentera barulah terjadi siklus yang berputar tanpa henti.
Dialah yang terkutuk,Dialah yang tak ingin kembali
Dialah yang kejam,Dialah yang bengis
Dialah yang menari,Dialah yang gembira
Dialah yang egois,Dialah yang bercerita
Dialah yang bermimpi,Dialah yang mewujudkan
Dialah yang berbohong,Dialah yang munafik
Dan Dia adalah Manusia.
2 komentar:
KE REN ! ! !
days, sex, everything...
NU HUN!!
Posting Komentar